Tahok, Bubur Kedelai


SEPERTI tahu, bahan dasar utama tahok adalah kedelai. Warnanya juga tak jauh berbeda. Hanya saja, tahok atau yang biasa disebut kalangan etnis Cina dengan nama Tahoa  terasa lebih lembut. "Seperti bubur sumsum, tapi kuahnya berasa wedang ronde," jelas Sentot, penjual tahok yang biasa mangkal di sebelah utara Tugu Jam Pasar Gede, Solo.
Kuah beraroma jahe tersebut, jelas warga Ketandan Kecamatan Jebres itu, untuk menghilangkan rasa pengar (wengur) pada bubur kedelai. Tak hanya itu, campuran jahe dan rempah-rempah pada kuahnya diyakini bisa menyegarkan tubuh. "Selain itu, jahe dan rempah lainnya juga berkhasiat menyegarkan tubuh. Jadi segar di luar sekaligus di dalam tubuh," urainya.
Cara pembuatannya, jelas dia, hampir sama dengan susu kedelai. Setelah direndam semalam, kedelai dibersihkan dan dipisahkan dari kulitnya. Selanjutnya digiling dan disaring untuk diambil sari patinya. "Agar sedikit lebih kenyal, sari kedelai ditambahi tepung hongkwe. Tapi jangan banyak-banyak, khawatirnya nanti bisa menghilangkan kandungan proteinnya. Tidak ada lagi bahan campuran lainnya, apalagi bahan kimir. Semuanya serba alami."
Tak kurang dari enam kilogram kedelai dia habiskan untuk membuat tahok setiap hari. "Tentu kedelai impor, karena sari patinya cukup banyak. Kalau kedelai lokal, kualitasnya tidak bagus. Sari patinya cuma sedikit, rasanya juga tidak seenak kalau tahu impor."
Lelaki berusia 40 tahun itu merupakan generasi kedua setelah sang ayah, Citro, merasa tidak sanggup untuk menjual tahok. "Bapak sudah 75 tahun, jadi saya diserahi untuk meneruskan usaha Bapak."
Setiap hari, dia mangkal di areal Pasar Gede mulai pukul 06.00 hingga siang. Satu mangkuk tahok dijual seharga Rp 4.000. Sama halnya dengan sang ayah, dia pun mulai mengkader keponakannya untuk berjualan di situ. "Sudah setahun ini  keponakan saya ikut melayani pembeli. Harapan saya, nanti bisa mandiri dengan meneruskan usaha keluarga ini."

Sumber : SM

Favourite